BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut data World Health
Organitation (WHO) Kematian ibu di berbagai Negara berkembang seperempatnya
disebabkan oleh perdarahan. Proporsinya berkisar antara kurang dari 10 % sampai
hampir 60 %. Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu
(28 %), anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi
penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor
kematian utama ibu. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami
pendarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah
yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang
berkepanjangan (WHO, 2008)
Pada setiap kehamilan di
Indonesia diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan post partum setiap tahunnya
dan paling sedikit 128.000 perempuan mengalami perdarahan sampai
meninggal. Perdarahan post partum primer merupakan perdarahan yang
paling banyak menyebabkan kematian ibu. Perdarahan postpartum primer yaitu
perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran
(Faisal, 2008).
Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2010,
tiga faktor utama kematian ibu melahirkan adalah disebabkan oleh perdarahan
(28%), eklampsia (24%), dan infeksi (11%). Anemia dan kekurangan
energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya perdarahan
dan infeksi yang merupakan faktor utama kematian ibu.
Selanjutnya dijelaskan Sulastri, Anemia merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia yang sering
terjadi pada ibu hamil, anemia yang terjadi pada ibu hamil akan berdampak pada
ibu dan bayinya, dampak yang timbul antara lain kehamilan abortus, berat bayi
lahir rendah, kelahiran prematur, bayi kurang gizi saat di dalam kandungan,
power/tenaga saat melahirkan lemah sehingga menyebabkan persalinan lama, proses
lamanya persalinan dapat meningkatkan angka infeksi pada ibu dan bayi, atonia
uteri yang merupakan penyebab terjadinya perdarahan saat melahirkan maupun setelah melahirkan.
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun pada
tahun 2014 AKI
mencapai 359 per 100.000 kelahiran
hidup, sedangkan pada tahun 2007
jumlahnya tercatat 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2013).
Angka Kematian Ibu di
Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2011 sebesar 131 per 1000 kelahiran hidup
dan mengalami peningkatan pada tahun 2012 yaitu menjadi 148 per 1000 kelahiran
hidup. Sedangkan di kota Palembang pada tahun 2012 terdapat 10 orang ibu
meninggal karena persalinan dan 3 orang ibu meninggal pada masa nifas. (Profil
Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, 2012)
Menurut penelitian Sulistiowati (2001) penyebab utama perdarahan
post partum di RSUD Dr. Pirngadi Medan
adalah retensio plasenta yaitu sebesar 53,7% di ikuti laserasi jalan lahir
29,3%, Antonia uteri 14,6%, dan inversio uteri 2,4%. Ia menyatakan bahwa ibu
yang memiliki riwayat persalinan lebih dari 3 kali akan beresiko terhadap
kejadian perdarahan dan begitu juga dengan ibu yang anemia karna kadar
hemoglobinnya rendah dapat menyebabkan perdarahan.
Berdasarkan data di atas banyak faktor yang menjadi penyebab
perdarahan post partum diantaranya yaitu penyebab langsung atonia uteri,
retensio plasenta, inversion uteri dan laserasi jalan lahir sedangkan faktor anemia
dan status gizi bukanlah penyebab langsung dari perdarahan oleh karena itu
peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi tentang hubungan antara
anemia dan status gizi ibu dengan kejadian perdarahan post partum di Rumah
Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2015.
1.2 Rumusan Masalah
“Adakah hubungan antara anemia dan status gizi ibu dengan kejadian perdarahan
post partum di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2015?”
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara anemia dan status gizi dengan
kejadian perdarahan post partum.
1.3.2
Tujuan Khusus
a. Untuk
mengetahui distribusi frekuensi kejadian perdarahan post partum di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Tahun 2015.
b.
Untuk mengetahui distribusi
frekuensi anemia pada ibu post partum di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
Tahun 2015.
c.
Untuk mengetahui frekuensi status
gizi pada ibu post partum di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2015.
d.
Untuk mengetahui hubungan
anemia dengan kejadian perdarahan post partum di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang Tahun 2015.
e.
Untuk mengetahui hubungan status
gizi dengan kejadian perdarahan post partum di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang Tahun 2015.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dalam menerapkan teori-teori yang ada dan dapat memberikan
informasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
1.4.2 Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengalaman
langsung bagi peneliti dan lebih mendalami asuhan tentang perdarahan post
partum.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui Hubungan antara anemia dan status gizi ibu dengan Kejadian
Perdarahan post partum di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2015. Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelatif dan desain penelitiannya menggunakan metode
kualitatif dengan pendekatan cross
sectional dimana variabel independen (anemia dan status gizi) dan variabel
dependen (kejadian perdarahan post partum) dikumpulkan dalam waktu yang
bersamaan. Data yang digunakan adalah data sekunder. Populasi penelitian ini
yaitu semua ibu bersalin di RS. Muhammadiyah Palembang mulai Januari –
Maret 2015.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anemia
2.1.2 Pengertian Anemia
Anemia didefinisikan sebagai kadar
Hematokrit (Ht), konsentrasi Hemoglobin (Hb) atau hitung eritrosit dibawah
batas normal. Ibu hamil dianggap anemik jika kadar Hb dibawah 11 g/dl atau Ht
kurang, dari 33 % (Winkjosastro, 2010).
Anemia adalah penurunan jumlah sel darah
merah atau penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah sirkulasi yaitu kadar
bilirubin kurang dari 12,0 g/dl pada wanita tidak hamil dan kurang dari 10,0
g/dl pada wanita hamil (Kriebs, 2010).
Anemia dalam kehamilan adalah suatu
kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin dibawah 11gr% pada trimester I dan
III atau kadar nilai hemoglobin kurang dari 10,5 gr % pada trimester II.
Perbedaan nilai batas diatas dihubungkan dengan kejadian hemodelusi (Cuningham,
2005)
Dari pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa anemia adalah suatu kondisi dimana kadar hemoglobin menurun
dengan nilai di bawah 11 gr%.
2.1.2 Pengaruh Anemia Pada Kehamilan
Pengaruh anemia selama kehamilan dapat terjadi
abortus, persalinan, prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim,
mudah terjadi infeksi, ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 g%),
molahidatidosa, hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban pecah
dini / KPD. Saat persalinan dapat terjadi gangguan his atau kekuatan saat
mengejan, kala pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi partus terlantar,
kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan
tindakan operasi kebidanan, kala uri dapat diikuti retensio plasenta, dan
perdarahan postpartum karena atonio uteri, kala empat dapat terjadi perdarahan
post partum sekunder dan atonio uteri. Sedangkan pada masa nifas dapat terjadi
subinvolusi uteri menimbulkan perdarahan postpartum, memudahkan infeksi
puerperium, pengeluaran ASI berkurang, terjadi dekompensasi kordik mendadak
setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mamae (Manuaba,
2010)
2.1.3
Faktor yang Mempengaruhi Anemia
Faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu hamil adalah
kekurangan zat besi, infeksi, kekurangan asam folat, dan kelainan hemoglobin
(Manuaba, 2010). Anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan adalah
anemia akibat kekurangan zat besi karena kurangnya asupan unsur besi dalam
makanan. Gangguan penyerapan, peningkatan kebutuhan zat besi atau karena
terlampau banyaknya zat besi yang keluar dari tubuh, misalnya pada perdarahan.
Wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg perhari atau 2 kali lipat kebutuhan
kondisi tidak hamil (Wiknjosastro, 2010).
2.2 Status Gizi
2.2.1
Pengertian
Gizi adalah zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan yang
dikonsumsi dan mempunyai nilai yang sangat penting untuk memelihara proses
tumbuh dalam pertumbuhan dan perkembangan, memperoleh energi guna melakukan
kegiatan fisik sehari-hari, mengganti sel-sel yang rusak dan sebagian zat
pelindung dengan cara menjaga keseimbangan cairan tubuh (Waryana, 2010)
Gizi seimbang adalah pola konsumsi
makan sehari-hari yang sesuai dengan kebutuhan gizi setiap individu untuk hidup
sehat dan produktif. Agar sasaran keseimbangan gizi dapat dicapai, maka setiap
orang harus menkonsumsi minimal 1 jenis bahan makanan dari tiap golongan bahan
makanan yaitu Karbohidrat, protein hewani dan nabati, sayuran, buah dan susu.
Penelitian menunjukkan adanya kecenderungan bahwa semakin kurang baik pola
makan, maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia (Fariansjah, 2009).
Status gizi adalah tingkat kecukupan gizi seseorang yang sesuai
dengan jenis kelamin dan usia. Status gizi yang kurang pada ibu post partum
maka pertahanan pada dasar ligamentum latum yang terdiri dari kelompok
infiltrasi sel-sel bulat yang disamping mengadakan pertahanan terhadap
penyembuhan kuman bermanfaat pula untuk menghilangkan jaringan nefrotik, pada
ibu post partum dengan status gizi yang baik akan mampu menghindari serangan
kuman sehingga tidak terjadi infeksi dalam masa nifas dan mempercepat proses
involusi uterus (Waryana, 2010).
2.2.2
Pengaruh Status Gizi Pada Kehamilan
Terjadinya anemia pada ibu hamil dimungkinkan karena pada saat
kehamilan salah satunya yaitu ibu hamil mengalami masalah gizi yaitu status
gizi KEK yang disebabkan asupan makan yang kurangnya, sehingga cadangan
zat besi dalam tubuh berkurang, kurangnya pemanfaatan perawatan selama
kehamilan atau ANC (Ante Natal Care)
pada ibu selama kehamilan berlangsung yang mempengaruhi terjadinya anemia
pada ibu hamil tidak terpantau dengan baik status gizi dan kadar Hb
(Wahyudin, 2008).
Janin yang berkembang dan tumbuh didalam kandungan mempunyai begitu
banyak kebutuhan gizi yang harus dipenuhi melalui makanan yang harus dimakan
oleh ibu hamil. Asupan gizi pada ibu hamil merupakan hal yang penting, hal ini
karena ibu hamil makan untuk dirinya sendiri juga janin yang dikandungnya. Jika
ibu dalam keadaan kurang gizi akan berakibat buruk pada janin maupun pada saat
proses persalinan. Ibu dengan status gizi buruk mempunyai resiko untuk terjadi
perdarahan post partum dan infeksi pada masa nifas (Waryana, 2010)
2.2.3 Penilaian Status
Gizi
Selain menggunakan konsep dasar pertumbuhan Penilaian status gizi
dapat dilakukan dengan pengukuran antropometri yaitu mengukur Indeks berat
badan per tinggi badan (BB/TB) dan Lingkar lengan atas. Untuk orang dewasa
lebih cocok menggunakan indeks perbandingan berat badan (kg) dengan tinggi
badan (m) kwadrat, yaitu (BB/TB2). Pengukuran status gizi dengan indeks BB/TB
merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini selain itu
BB/TB juga merupakan indeks yang independent terhadap umur (Supariasa, 2012:
58).
a.
Indeks berat badan per tinggi
badan (BB/TB)
Cara pengukuran status gizi berdasarkan indeks BB/TB dengan
menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT), karena IMT merupakan alat yang sederhana
untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan.
Klasifikasi
Kategori IMT:
Kurus :
Kekurangan berat badan tingkat berat >18,5 - 25,0
Gemuk :
Kelebihan berat badan tingkat ringan > 25,0 - 27,0
Kelebihan berat
badan tingkat berat > 27,0
b.
LILA
Calon ibu harus sehat dan fit untuk hamil. Tentu saja, pertambahan
berat badan selama hamil harus dipantau cermat. Cara lain yang dapat digunakan
untuk mengetahui status gizi ibu hamil adalah dengan mengukur lingkar lengan
atas (LILA). Pengukuran LILA biasanya dilakukan pada wanita usia subur (15-45
tahun) dan ibu hamil untuk memprediksi adanya kekurangan energi dan protein
yang bersifat kronis atau sudah terjadi dalam waktu lama.
Ukuran LILA berkaitan erat dengan berat badan ibu selama hamil mulai
trimester I sampai trimester III. Kelebihannya jika dibandingkan dengan ukuran
berat badan, ukuran LILA lebih menggambarkan keadaan atau status gizi ibu hamil
sendiri. Seperti kita tahu, berat badan selama kehamilan merupakan berat badan
komulatif antara pertambahan berat organ tubuh dan volume darah ibu serta berat
janin yang dikandungnya. Kita tidak tahu pasti apakah pertambahan berat badan
ibu selama hamil itu berasal dari pertambahan berat badan ibu, janin, atau
keduanya.
Pengukuran LILA dapat digunakan untuk deteksi dini dan menapis
resiko bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Setelah melalui penelitian
khusus untuk perempuan Indonesia, diperoleh standar LILA sebagai berikut :
Jika LILA kurang dari 23,5 cm: status gizi ibu hamil kurang,
misalnya kemungkinan mengalami KEK (Kurang Energi Kronis) atau anemia kronis,
dan beresiko lebih tinggi melahirkan bayi BBLR.
Jika LILA sama atau lebih dari 23,5 cm: berarti status gizi ibu
hamil baik, dan resiko melahirkan bayi BBLR lebih rendah.
2.3
Perdarahan Post Partum
2.3.1 Pengertian Perdarahan Post Partum
Perdarahan Post Partum adalah kehilangan
darah sebanyak 500 cc atau lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan
(Suherni, 2009).
Perdarahan Pervaginam Post Partum adalah
perdarahan pervaginam 500 ml atau lebih, sesudah anak lahir atau setelah kala
III. Perdarahan ini biasa terjadi segera begitu ibu melahirkan (Rukiyah, 2010).
Perdarahan post partum adalah perdarahan
yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan berlangsung. Perdarahan post
partum terbagi menjadi 2 yaitu perdarahan post partum primer dan sekunder.
Perdarahan post partum primer terjadi dalam 24 jam pertama sedangkan perdarahan
post partum sekunder terjadi setelah 24 jam pertama (Safrina, 2011)
Berdasarkan uraian di atas maka yang di
maksud dengan perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24
jam pertama setelah anak lahir dengan jumlah darah lebih dari 500 ml.
2.3.2
Gambaran Klinis
Gambaran klinis perdarahan terus menerus dan keadaan pasien secara
berangsur-angsur menjadi jelek. Denyut nadi menjadi cepat dan lemah,tekanan
darah menurun, pasien berubah pucat dan dingin, nafasnya menjadi sesak
terengah-engah, berkeringat. Situasi berbahaya adalah kalau denyut nadi dan tekanan
darah hanya memperlihatkan sedikit perubahan untuk beberapa saat karena adanya
mekanisme kompensasional vaskuler. Kemudian fungsi kompensasi ini tidak bisa
dipertahankan lagi, denyut nadi meningkat dengan cepat, tekanan darah tiba-tiba
turun dan pasien dalam keadaan syok. Uterus dapat terisi darah kembali dalam
jumlah yang cukup banyak sekalipun dari luar hanya terlihat sedikit. Diagnosis
biasanya tidak sulit terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam waktu
singkat. Bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita
telah kehilangan banyak darah sehingga tampak pucat, denyut nadi dan pernafasan
lebih cepat dan tekanan darah turun. Seorang wanita hamil yang sehat dapat
kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala klinik
yang nyata. Gejala klinik baru tampak apabila kehilangan darah telah tercapai
20%. Jika perdarahan berlangsung terus dapat mengakibatkan syok. Perdarahan
tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai faktor resiko tetapi pada setiap
persalinan kemungkinan untuk terjadi perdarahan selalu ada (Martohoesodo,
2002).
2.3.3
Klasifikasi Klinis
Menurut
Sulistyawati (2009) perdarahan dibagi menjadi :
a.
Perdarahan pasca persalinan dini (Early Post partum Haemorrhage) atau
perdarahan post partum primer atau perdarahan pasca persalinan segera.
Perdarahan post partum primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama
perdarahan post partum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa
plasenta, robekan jalan lahir dan inversion uteri, terbanyak dalam 2 jam
pertama.
b.
Perdarahan masa nifas (PPH kasep
atau perdarahan persalinan sekunder atau perdarahan pasca persalinan lambat
atau late PPH). Perdarahan pasca persalinan sekunder terjadi setelah 24 jam
pertama persalinan, perdarahan ini baiasa diakibatan oleh infeksi, penyusutan
rahim yang tidak baik atau sisa plasenta yang tertinggal.
2.3.4
Macam-macam Perdarahan Post Partum Primer
Menurut
Chapman (2006) macam-macam perdarahan post partum primer adalah sebagai berikut
;
a.
Atonia
Uteri
Atonia uteri merupakan kegagalan
miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan
relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi
pembuluh darah. Perdarahan atonia uteri berasal dari pembuluh darah yang
terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas
keseluruhan. Atonia uteri merupakan penyebab tersering dari perdarahan pasca
persalinan. Sekitar 50-60% perdarahan pasca persalinan disebabkan oleh atonia
uteri.
Faktor predisposisi atonia uteri antara
lain adalah grandemultipara, uterus terlalu tegang (hidramnion, hamil ganda,
anak sangat besar), kelainan uterus, plasenta previa, solusio plasenta, partus
lama, partus precipitates, hipertensi dalam kehamilan, infeksi uterus, anemia
berat, penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan, riwayat HPP
sebelumnya, riwayat plasenta manual, pimpinan kala II yang salah, IUFD,
tindakan operasi dengan anastesi umum yang terlalu dalam.
b.
Laserasi
Jalan Lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab
kedua tersering dari perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi
bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang
berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina. Setelah
persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan
vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah persalinan.
c.
Retensio
Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana
plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir. Penyebab terjadinya
retensio plasenta ini adalah :
1. Plasenta
belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih dalam.
Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama sekali dan akan
terjadi perdarahan jika lepas sebagian.
2. Plasenta
sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga
terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya
plasenta.
d.
Sisa
plasenta
Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa
plasenta) merupakan penyebab umum terjadinya perdarahan lanjut dalam masa nifas
(perdarahan pasca persalinan sekunder). Perdarahan post partum yang terjadi
segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil plasenta.
Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin.
Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan
plasenta dikeluarkan.
e.
Inversio
uteri
Inversio uteri dapat menyebabkan
perdarahan pasca persalinan segera, akan tetapi kasus inversio uteri ini jarang
sekali ditemukan. Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri,
sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Inversio uteri
terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta lahir.
f.
Kelainan
pembekuan darah
Kegagalan pembekuan darah atau koagulopati dapat menjadi penyebab dan
akibat perdarahan yang hebat. Gambaran klinisnya bervariasi mulai dari
perdarahan hebat dengan atau tanpa komplikasi thrombosis, sampai keadaan klinis
yang stabil yang hanya terdeteksi oleh tes laboratorium. Setiap kelainan
pembekuan, baik yang idiopatis maupun yang diperoleh, dapat merupakan penyulit
yang berbahaya bagi kehamilan dan persalinan, seperti pada defisiensi faktor
pembekuan, pembawa faktor hemofilik A (carier), trombopatia, penyakit Von Willebrand, leukemia, trombopenia
dan purpura trombositopenia.
2.3.5 Faktor –
faktor yang mempengaruhi perdarahan postpartum
a. Umur
Umur ibu saat
melahirkan mempunyai pengaruh terhadap perdarahan
postpartum. Umur dibawah 20 tahun rahim dan panggul belum tumbuh mencapai
ukuran dewasa memungkinkan persalinan lama. Umur di atas 35 tahun kondisi ibu
sudah menurun sehingga memungkinkan persalinan lama. Kedua kelompok umur ini
beresiko untuk terjadi perdarahan postpartum.
b.
Paritas
Paritas adalah
jumlah kelahiran yang menghasilkan janin hidup bukan jumlah janin yang
dilahirkan (Bobak, 2005). Paritas adalah wanita yang sudah melahirkan bayi
hidup. Paritas primipara yaitu wanita yang telah melaihirkan bayi hidup
sebanyak 1 kali, multipara yaitu wanita yang telah melahirkan bayi hidup
beberapa kali dimana persalinan tersebut tidak lebih dari 5 kali (Manuaba,
2010). Paritas adalah jumlah persalinan yang dialami seorang ibu, paritas 2
sampai 3 merupakan paritasyang paling aman ditinjau dari sudut kematian
maternal, paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka maternal
lebih tinggi. Lebih tinggi paritas lebih tinggi kematian maternal. Resiko pada
paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetri lebih baik, sedangkan resiko
pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan KB, sebagian kehamilan
pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan dapat disimpulkan bahwa paritas
tinggi adalah tidak direncanakan. Dapat disimpulkan bahwa paritas tinggi yaitu
paritas > 3 dan paritas rendah < 3. (Wiknjosastro, 2010).
c.
Jarak
kelahiran
Jarak
kehamilan adalah waktu sejak ibu hamil sampai terjadi kelahiran berikut. Jarak
kelahiran terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia (Wahyudin, 2008).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian yang bervariasi. Variabel penelitan ini terdiri dari dua variabel yaitu
variabel bebas dan variabel terikat. Faktor predisposisi yang berhubungan dengan kejadian perdarahan post
partum adalah anemia, status gizi, umur, paritas, dan jarak kelahiran karena
keterbatasan waktu peneliti hanya meneliti 2 variabel yaitu anemia dan status
gizi. Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah anemia dan status gizi sedangkan variabel
terikatnya adalah kejadian perdarahan post partum. Untuk lebih jelasnya
digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut.
Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
3.2 Definisi Operasional
1.
Variabel Dependen
a.
Anemia (X1)
Anemia
adalah suatu kondisi dimana kadar hemoglobin menurun
dengan nilai di bawah 11 gr%, yang
diperoleh berdasarkan rekam medik.
b.
Status Gizi (X2)
Status
gizi adalah tingkat kecukupan gizi seseorang yang
sesuai dengan jenis kelamin dan usia,
yang diperoleh berdasarkan rekam medik.
2. Variabel Independen
a. Perdarahan Postpartum
Perdarahan
Post Partum adalah Perdarahan lebih dari 500 ml selama
24 jam setelah anak lahir.
3.3 Hipotesis
Hipotesis
yang digunakan dalam penelitian ini ada hubungan anemia dan status gizi ibu dengan kejadian perdarahan post
partum di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang tahun 2015
3.4
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif
dengan pendekatan korelasi yaitu suatu penelitian dengan cara pendekatan
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat atau di obsevasi
sekali saja, dimana variabel independen (anemia dan status gizi)
dikumpulkan secara bersamaan, dan variabel dependen (kejadian perdarahan post
partum).
3.5 Populasi dan Sampel
3.5.1
Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Arikunto, 2013).
Populasi penelitian ini adalah semua ibu post partum di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang tahun 2015.
3.5.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang
diteliti (Arikunto, 2013). Jika populasi < dari 100 maka semua populasi
dijadikan sampel. Sampel dari penelitian ini adalah semua populasi (ibu yang
mengalami perdarahan postpartum di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang tahun
2015).
3.6 Tempat
dan Waktu Penelitian
3.6.1 Tempat
Penelitian ini akan dilakukan di RS.
Muhammadiyah yang beralamat di Jl. A.Yani 13 Ulu Palembang
3.6.2 Waktu
Penyusunan
proposal ini dimulai dari bulan Maret –
Juni 2015 untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
Kegiatan
|
Maret
|
April
|
Mei
|
Juni
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
Pengajuan Judul
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bimbingan Proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Seminar Proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Perbaikan Proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Penelitian/
Bimbingan KTI
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Seminar KTI
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Perbaikan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pengumpulan KTI
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.7 Teknik dan Instrumen Pengumpulan
Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini yaitu dengan cara mengumpulkan data dari rekam medik dengan menggunakan checklist dan dianalisi dengan bantuan
komputerisasi dengan program SPSS Versi 16.00.
3.8 Teknik Pengolahan Data
Menurut
Notoadmodjo (2010), tahap-tahap pengolahan data sebagai berikut:
1.
Editing (pengeditan data)
Editing
adalah meneliti kembali apakah data
yang sudah didapat dari rekam medik sudah
cukup baik untuk segera diproses lebih lanjut
2.
Coding (pengkodean)
Data yang didapat dari rekam medik diklasifikasikan menurut
jenis/klasifikasi dengan menggunakan kode
3.
Entry Data (Pemasukan Data)
Data – data yang telah diberi kode selanjutnya dimasukkan ke dalam
tabel atau perangkat komputer yang sudah disediakan.
4.
Cleaning Data (Pembersihan data)
Data diperiksa kembali sehingga benar–benar bebas dari kesalahan
sehingga dapat diuji kebenarannya.
3.1 Teknik Analisa Data
Analisa
data dilakukan dalam dua tahap yaitu :
a.
Analisa
Univariat
Analisa yang dilakukan dengan melihat
distribusi frekuensi dari masing-masing kategori variabel dependen (perawatan
luka perinium) dan variabel independen (pengetahuan dan paritas).
b.
Analisa
Bivariat
Analisa yang bertujuan untuk melihat
hubungan antara variabel dependen (perdarahan post partum) dan variabel independen (anemia dan status gizi) dengan uji Chi-Square .
Uji
Chi-Square yang digunakan dengan batas kemaknaan α = 0,05 pada tes
signifikasi sebagai berikut :
1) P value
< α, Ho ditolak yang berarti ada hubungan yang bermakna antara variable
independen dengan variabel dependen.
2) P value
> α, Ho diterima yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
variabel independen dengan variabel dependen.